LP IBU HAMIL DENGAN APB (ANTE PARTUM BLEEDING)

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS
PADA IBU HAMIL DENGAN APB (ANTEPARTUM BLEEDING)
DI RUANG VK IRD RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

 


                                      


 Oleh :
ADDIB AULADANA F. EB               (P27820714029)







PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN  SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2015/2016






LAPORAN PENDAHULUAN
IBU HAMIL DENGAN ANTE PARTUM BLEEDING (APB)
PLASENTA PREVIA

1.      Pengertian
Ante Partum Bleeding (APB)  atau Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam semasa kehamilan di mana umur kehamilan telah melebihi 28 minggu atau berat janin lebih dari 1000 gram (Manuaba, 2010).
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang timbul pada masa kehamilan kedua pada kira-kira 3% dari semua kehamilan (Wiknjosastro, 2007).
Plasenta previa adalah plasenta atau biasa disebut dengan ari-ari yang letaknya tidak normal, yaitu pada bagian bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan rahim. Pada keadaan normal ari-ari terletak dibagian atas rahim (Wiknjosastro, 2005).
Klasifikasi atau ienis-jenis plasenta previa di dasarkan atas teraba jaringan plasenta atau ari-ari melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
1)         Plasenta previa totalis, yaitu apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta atau ari-ari.
2)         Plasenta previa parsialis, yaitu apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
3)         Plasenta Previa marginalis, yaitu apabila pinggir plasenta atau ari-ari berada tepat pada pinggir pembukaan jalan ari.
4)         Plasenta letak rendah, yaitu apabila letak tidak normal pada segmen bawah rahim akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir (Wiknjosastro, 2005).

2.      Etiologi
Plasenta previa bisa disebabkan oleh dinding rahim di fundus uteri belum menerima implantasi atau tertanamnya ari-ari dinding rahim diperlukan perluasan plasenta atau ari-ari untuk memberikan nutrisi janin (Manuaba, 2010).
Faktor-faktor etiologinya :
1)      Umur dan Paritas
a.       Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering dari pada umur di bawah 25 tahun.
b.      Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
c.       Di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil, hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang.
2)      Hipoplasia endometrium, bila kawin dan hamil pada umur muda
3)      Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase dan manual plasenta.
4)      Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
5)      Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
6)      Kadang-kadang pada mal nutrisi (Manuaba, 2010).

3.      Patofisiologi
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah rahim akan lebih melebar lagi, dan leher rahim mulai membuka. Apabila plasenta atau ari-ari tumbuh pada segmen bawah rahim, pelebaran segmen bawah rahim dan pembukaan leher rahim tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding rahim. Pada saat itulah mulai terjadi perdarahan.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dan dinding rahim atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal, makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi (Winkjosastro, 2005).

Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan :
Karena dihalangi oleh ari-ari maka bagian terbawah janin tidak terdorong ke dalam pintu atas panggul, sehingga terjadilah kesalahan-kesalahan letak janin seperti letak kepala yang mengapung, letak sungsang atau letak melintang.
Sering terjadi persalinan prematur atau kelahiran sebelum waktunya karena adanya rangsangan koagulum darah pada leher rahim. Selain itu jika banyak plasenta atau ari-ari yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi kontraksi, juga lepasnya ari-ari dapat merangsang kontraksi (Mochtar, 2003)

Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Persalinan
1)         Letak janin yang tidak normal, menyebabkan persalinan akan menjadi tidak normal
2)         Bila ada plasenta previa lateralis, ketuban pecah atau dipecahkan dapat menyebabkan terjadinya prolaps funikuli
3)         Sering dijumpai inersia primer
4)         Perdarahan (Mochtar, 2011)

  
4.      Pathway



5.      Manifestasi Klinis
Gejala utama dari plasenta previa adalah timbulnya perdarahan secara tiba-tiba dan tanpa diikuti rasa nyeri. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak sehingga tidak berbahaya tapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari pada sebelumnya apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun perdarahannya dikatakan sering terjadi pada triwulan ketiga akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak saat itu bagian bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
Pada plasenta previa darah yang dikeluarkan akibat pendarahan yang terjadi berwarna merah segar, sumber perdarahannya ialah sinus rahim yang terobek karena terlepasnya ari-ari dari dinding rahim. Nasib janin tergantung dari bahayanya perdarahan dan hanya kehamilan pada waktu persalinan (Winkjosastro, 2005)
            Tanda dan gejala plasenta previa antara lain :
1)        Perdarahan terjadi tanpa rasa sakit pada trimester ke-3
2)        Sering terjadi pada malam hari saat pembentukan S.B.R
3)        Perdarahan dapat terjadi sedikit atau banyak sehingga menimbulkan gejala
4)        Perdarahan berwarna merah segar
5)        Letak janin abnormal

6.      Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan penanganan yang tepat, guna mengatasi perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa. Perlu dilakukan beberapa langkah pemeriksaan.
1)        Pemeriksaan luar
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan letak janin
2)      Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui sumber terjadinya perdarahan
3)      Penentuan letak plasenta tidak langsung
Pemeriksaan ini bertujuan untuk megetahui secara pasti letak plasenta atau ari-ari. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dangan radiografi, radioisotopi dan ultrasonografi.
4)      Penentuan letak plasenta secara langsung.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa dan pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan secara langsung meraba plasenta melalui kanalis servikalis (Winkjosastro, 2005).

7.      Penatalaksanaan
Setiap perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan di atas 22 minggu harus dianggap penyebabnya adalah plasenta previa sampai ternyata dugaan itu salah. Penderita harus dibawa ke rumah sakit yang fasilitasnya cukup.
Ada 2 cara penanganan yang bisa dilakukan :
1)    Terapi ekspektatif atau sikap menunggu
Tujuannya adalah supaya janin tidak terlahir sebelum waktunya dan tindakan yang dilakukan untuk meringankan gejala-gejala yang diderita. Penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servikalis.
Syarat-syarat bisa dilakukannya terapi ekspektatif adalah kehamilan belum matang, belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum Ibu cukup baik dan bisa dipastikan janin masih hidup.
Tindakan yang dilakukan pada terapi ekspektatif adalah rawat inap, tirah baring dan pemberian antibiotik, kemudian lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk memastikan tempat menempelnya plasenta, usia kehamilan letak dan presentasi janin bila ada kontraksi. Berikan obat-obatan MgSO4 4 gr IV, Nifedipin 3 x 20 mg/hari, betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru-paru janin
Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada di sekitar ostium uteri internum maka dugaan plasenta previa menjadi jelas. Sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat (Manuaba, 2010).

2)         Terapi Aktif atau Tindakan Segera
Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak harus segera dilaksanakan secara aktif tanpa memandang kematangan janin. Bentuk penanganan terapi aktif
a.       Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan Ibu dan anak atau untuk mengurangi kesakitan dan kematian.
b.      Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk dapat melakukan pertolongan lebih lanjut
c.       Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang cukup.
d.      Pertolongan seksio sesarea merupakan bentuk pertolongan yang paling banyak dilakukan (Manuaba, 2010).





ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
PADA IBU HAMIL DENGAN ANTEPARTUM BLEEDING (APB)
PLASENTA PREVIA

1.      Pengkajian
1)      Identitas Umum
Biodata, identitas ibu hamil dan suaminya.
2)      Keluhan Utama
Keluhan pasien saat masuk RS adalah perdarahan pada kehamilan 28 minggu.
3)      Riwayat Kesehatan
(1)   Riwayat kesehatan dahulu
Ø  Adanya kemungkinan klien pernah mengalami riwayat diperlukan uterus seperti seksio sasaria curettage yang berulang-ulang.
Ø  Kemungkinan klien mengalami penyakit hipertensi DM, Hemofilia serta mengalami penyakit menular seperti hepatitis.
Ø  Kemungkinan pernah mengalami abortus
(2)   Riwayat kesehatan sekarang
Ø  Biasanya terjadi perdarahan tanpa alasan
Ø  Perdarahan tanpa rasa nyeri
Ø  Perdarahan biasanya terjadi sejak triwulan ketiga atau sejak kehamilan 20 minggu.
(3)   Riwayat kesehatan keluarga
Ø  Kemungkinan keluarga pernah mengalami kesulitan kehamilan lainnya.
Ø  Kemungkinan ada keluarga yang menderita seperti ini.
Ø  Kemungkinan keluarga pernah mengalami kehamilan ganda.
Ø  Kemungkinan keluarga menderita penyakit hipertensi DM, Hemofilia dan penyakit menular.
(4)   Riwayat Obstetri
Riwayat Haid/Menstruasi
Ø  Minarche                           : 12 th
Ø  Siklus                                : 28 hari
Ø  Lamanya                           : ± 7 hari
Ø  Baunya                              : amis
Ø  Keluhan pada haid            : tidak ada keluhan nyeri haid
Riwayat kehamilan dan persalinan
Ø  Multigravida
Ø  Kemungkinan abortus
Ø  Kemungkinan pernah melakukan curettage
4)     Pemeriksaan Umum
Ø  Suhu tubuh            : suhu akan meningkat jika terjadi infeksi
Ø  Tekanan darah       : akan menurun jika ditemui adanya tanda syok
Ø  Pernapasan            : nafas jika kebutuhan akan oksigen terpenuhi
Ø  Nadi                      : nadi melemah jika ditemui tanda-tanda shok
5)      Pemeriksaan fisik
v  Kepala : seperti warna, keadaan dan kebersihan
v  Muka : biasanya terdapat cloasmagrafidarum, muka kelihatan pucat.
v  Mata : biasanya konjugtiva anemis
v  Thorak : biasanya bunyi nafas vesikuler, jenis pernapasan thoracoabdominal
v  Abdomen
o   Inspeksi     : terdapat strie gravidarum
o   Palpasi       :
a.       Leopoid I      : Janin sering belum cukup bulan,jadi fundus uteri masih rendah.
b.      Leopoid II     :  Sering dijumpai kesalahan letak
c.       Leopoid III   : Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala biasanya kepala masih goyang atau terapung(floating) atau mengolak diatas pintu atas panggul.
d.      Leopoid IV    : Kepala janin belum masuk pintu atas panggul
o   Perkusi      : Reflek lutut +/+
o   Auskultasi : bunyi jantung janin bisa cepat lambat. Normal 120-160x per menit
v  Genetalia : biasanya pada vagina keluar dasar berwarna merah muda
v  Ekstremitas : Kemungkinan udema atau varies. Kemungkinan akral dingin.

6)      Pemeriksaan Penunjang
 Data laboratorium, memungkinkan Hb rendah. Hb yang normal (12-14 gr%)
leukosit meningkat (Normal 6000-1000 mm3). Trombosit menurun (normal 250
ribu – 500 ribu).

2.      Diagnosa Keperawatan
1)      Resiko kekurangan cairan sehubungan dengan adanya perdarahan.
2)      Resiko terjadi distress janin sehubungan dengan kelainan letak placenta.
3)      Potensial terjadi shock hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan.
4)      Defisit perawatan diri sehubungan dengan aktivitas yang terbatas.
5)      Gangguan psikologis cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kehamilan yang bermasalah.

3.      Intervensi
Dx 1 : Resiko kekurangan cairan sehubungan dengan adanya perdarahan.
Tujuan : Kekurangan cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil : TTV dalam batas normal, Tidak ada tanda-tanda kekurangan cairan
Intervensi :
·         Kaji tentang banyaknya pengeluaran caiaran (perdarahan).
Rasional : untuk membantu mengatasi dalam hal mengganti cairan yang dibuang atau keluar
·         Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : deteksi dini terhadap kondisi dan keadaan pasien serta kondisi janin
·         Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan.
Rasional : deteksi dini terhadap tanda-tanda kekurangan cairan
·         Pantau kadar elektrolit darah.
Rasional : untuk melihat perkembangan kebutuhan cairan pasien
·         Jelaskan pada klien untuk mempertahankan cairan yang masuk dengan banyak minum.
Rasional : agar input dan output cairan seimbang sehingga meminimalisir resiko kekurangan cairan
·         Kolaborasi dengan dokter sehubungan dengan pemberian terapi cairan.
Rasional : membantu mengganti cairan yang hilang

Dx 2 : Resiko terjadi distress janin sehubungan dengan kelainan letak placenta.
Tujuan : Distress pada janin tidak terjadi
Kriteria Hasil : DJJ dalam batas normal (120-160x per menit)
Intervensi :
·         Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : deteksi dini terhadap kondisi dan keadaan pasien serta kondisi janin
·         Monitor perdarahan dan status janin.
Rasional : mendeteksi banyak tidaknya perdarahan serta kondisi janin
·         Anjurkan pasien agar miring ke kiri
Rasional : posisi ini menurunkan oklusi vena cava inferior oleh uterus dan meningkatkan aliran vena balik ke jantung
·         Pertahankan tirah baring.
Rasional : melalui tirah baring kemungkinan terjadinya pelepasan plasenta dapat dicegah
·         Kolaborasi dengan dokter sehubungan dengan pemberian obat kortokosteroid.
Rasional : kortikosteroid dapat meningkatkan ketahanan sel terutama organ-organ vital janin

Dx 3 : Potensial terjadi shock hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan.
Tujuan : Shock hipovolemik tidak terjadi
Kriteria Hasil : TTV dalam batas normal, Irama jantung dalam batas yang diharapkan, Elektrolit darah dalam batas normal
Intervensi :
·         Observasi tanda-tanda terjadinya shock hipolemik (warna kulit, denyut jantung, HR, ritme nadi perifer dan kapiler refill)
Rasional : untuk mengetahui kondisi shock pasien
·         Kaji tentang banyaknya pengeluaran cairan (perdarahan).
Rasional : untuk membantu mengatasi dalam hal mengganti cairan yang dibuang atau keluar
·         Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : deteksi dini terhadap kondisi dan keadaan pasien serta kondisi janin
·         Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan.
Rasional : deteksi dini terhadap tanda-tanda kekurangan cairan
·         Pantau kadar elektrolit darah.
Rasional : untuk melihat perkembangan kebutuhan cairan pasien




DAFTAR PUSTAKA

Hanafi Wiknjosastro. 2005Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka. 
Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Manuaba, IBG. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC.
Putri, Anesia. 2015. http://ilmukeperawatananes.blogspot.co.id/2015/03/askep-perdarahan-antepartum.html. Diakses pada tanggal 26 November 2016 pukul 20.30 WIB.

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina.




Komentar

Posting Komentar